Total Tayangan Halaman

Minggu, 28 Februari 2016

Sejarah Palsu Sang Saka Merah Putih

Kita semua tahu bahwa sang saka merah putih yang pertama dijahit oleh isteri dari sang proklamator (Soekarno) yaitu, Ibu Fatmati. Namun karena faktor umur, sang saka merah putih tersebut tak lagi dikibarkan saat upacara kemerdekaan dan disimpan di museum nasional. Pemerintah pun menggantinya dengan membuatkan bendera duplikat dengan ukuran 200x300 cm. Sebagai informasi, sang saka merah putih yang pertama berukuran  sekitar 200x276 cm.




Gambar : Ibu Fatmawati

Ada banyak versi kisah awal mula terciptanya sang saka merah putih tersebut. Beberapa diantaranya menyebutkan bahwa kain putihnya berasal dari kain seprai dan kain merah nya berasal dari kain tenda pedagang soto. Banyak masyarakat yang merasa terharu akan kisah tersebut. Tetapi benarkah demikian?

Menurut historia.id, pernyataan tersebut adalah hoax atau palsu. Bendera pusaka merah putih yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah terbuat dari kain seprai warna putih dan kain tenda tukang soto warna merah.

Pernyataan tersebut awalnya berasal dari penuturan seorang tentara bernama Lukas Kustaryo. Ia pernah menceritakan pengalamannya kepada majalah Intisari pada Agustus 1991. (Baca: Lukas Kustaryo, Kisah Duka Dari Rawagede). Saat itu Kustaryo Mengklaim telah mengkonfirmasikannya kepada Ibu Fatmawati. "Benar, kain merah putih yang saya jahit itulah pemberian saudara," Kata Fatmawati, seperti yang telah dituturkan oleh Kustaryo.

Benar atau tidak klaim dari Kustaryo tersebut, wartawan Intisari jelas tak bisa mengkonfirmasikannya kepada Fatmwati yang telah wafat pada 14 Mei 1980. Yang pasti, Fatmawati sendiri menceritakan dari mana dia mendapatan kain untuk bendera merah putih dalam bukunya yang berjudul 'Catatan Kecil Bersama Bung Karno', volume 1, yang saat itu terbit pada tahun 1978.

Begini kisah selengkapnya yang dilansir dari laman web History.id,
Suatu hari, Oktober 1944, tatkala kandungannya berumur sembilan bulan (Guntur lahir pada 3 November 1944), datanglah seorang perwira Jepang membawa kain dua blok. “Yang satu blok berwarna merah sedangkan yang lain berwarna putih. Mungkin dari kantor Jawa Hokokai,” kata Fatmawati.

Gambar : Mesin jahit Ibu Fatmawati
Dengan kain itulah, Fatmawati menjahitkan sehelai bendera merah putih dengan menggunakan mesin jahit tangan,“sebab tidak boleh lagi mempergunakan mesin jahit kaki.”
gambar : ibu Fatmawati menjahit bendera
Pemberian kain sebagai bahan bendera itu agaknya berkaitan dengan pengumuman Perdana Menteri Koiso pada 7 September 1944 bahwa Jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia “kelak di kemudian hari.”
Menurut Sukmawati Sukarnoputri, dikutip oase.kompas.com, 24 Juli 2011, Fatmawati menjahit sambil sesekali terisak dalam tangis karena dia tidak percaya Indonesia akhirnya merdeka dan mempunyai bendera serta kedaulatan sendiri.
Siapa perwira Jepang yang mengantarkan kain merah putih kepada Fatmawati?
Perwira tersebut adalah seorang pemuda bernama Chairul Basri. Dia mendapatkannya dari Hitoshi Shimizu, kepala Sendenbu (Departemen Propaganda).
Pada 1978, Hitoshi Shimizu diundang Presiden Soeharto untuk menerima penghargaan dari pemerintah Indonesia karena dianggap berjasa meningkatkan hubungan Indonesia-Jepang. Usai menerima penghargaan, Shimizu bertemu dengan kawan-kawannya semasa pendudukan Jepang.
“Pada kesempatan itulah ibu Fatmawati bercerita kepada Shimizu bahwa bendera pusaka kainnya dari Shimizu,” kata Chairul Basri dalam memoarnya, Apa yang Saya Ingat.
Pada kesempatan lain, waktu berkunjung lagi ke Indonesia, Shimizu menceritakan kepada Chairul Basri bahwa dia pernah memberikan kain merah putih kepadanya untuk diserahkan kepada Fatmawati. Kain itu diperoleh dari sebuah gudang Jepang di daerah Pintu Air, Jakarta Pusat, di depan bekas bioskop Capitol. “Saya diminta oleh Shimizu untuk mengambil kain itu dan mengantarkannya kepada ibu Fatma,” kenang Chairul.
Tiba saatnya proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Ketika Fatmawati akan melangkahkan kaki keluar dari pintu rumahnya terdengarlah teriakan bahwa bendera belum ada. “Kemudian aku berbalik mengambil bendera yang aku buat tatkala Guntur masih dalam kandungan, satu setengah tahun yang lalu. Bendera itu aku berikan pada salah satu yang hadir di tempat depan kamar tidur. Nampak olehku di antara mereka adalah Mas Diro (Sudiro ex walikota DKI), Suhud, Kolonel Latif Hendraningrat. Segera kami menuju ke tempat upacara, paling depan Bung Karno disusul oleh Bung Hatta, kemudian aku,” kata Fatmawati.
Gambar : Pengibaran bendera merah putih
Setelah Sukarno membacakan proklamasi, Latif Hendraningrat dan Suhud kemudian mengerek bendera pusaka merah putih.
Sekian semoga bermanfaat.
Sumber : History,id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar